Cari Blog Ini

2015-08-04

Syeikh Yusuf Pulang ke Makassar

💬 : 0 comment
Setelah merasa bahwa perjalanan itu berhasil baik, beliaupun pulang ke tanah air. Tetapi sayang, sesampai di kampung didapatinya Goa tidak Goa yang dahulu lagi. Peperangan Hasanuddin dengan Belanda dan berpihaknya Aru Palaka kepada Kompeni, dan Perjanjian Bongaya yang terkenal, di antara Sultan Hasanuddin dengan Speelman, menyebabkan kemerdekaan Goa telah terbatas.

Meskipun Kerajaan Goa masih ada, namun Belanda telah berkuasa di dalam kota Makassar dan telah mendirikan bentengnya yang kuat.

Jika orang lain meninjau hal itu dari sudut pandangan politik, maka tuan Syekh melihatnya dari sudut Ilmu Kerohanian. Kerusakan negara bukanlah semata-mata karena serangan musuh dari luar, melainkan akhlak ummatlah yang telah rusak binasa. Demikian pendapat beliau.

Dia telah melihat Yaman, Hejaz dan Syam (Damaskus) dan telah melihat Istambul juga. Islam masih baru dalam negerinya, belum cukup seratus tahun. Raja-raja mestilah bersungguh-sungguh dan berupaya sekeras-kerasnya memasukkan pengaruh Islam ke dalam hati anak negeri. Perbuatan yang mungkar mesti dibanteras dengan kuasa raja. Tetapi sayang, dilihatnya anak raja-rajalah yang menjadi pangkal perbuatan maksiat.

Kebiasaan mengadu ayam masih berlaku sebagai pada zaman jahiliyah. Anak Makassar masih belum dapat meninggalkan kebiasaan minum "ballo" yaitu tuak! Dan orang berani bermain judi di gelanggang ramai!

Gambar Indah Islami - I Am Proud To Be A Muslim
Pernahlah disampaikannya permohonannya kepada Raja supaya dengan kuasa baginda, adat kebiasaan yang buruk itu dilarang. Dia menghadap sendiri ke istana. Dia tidak segan menyampaikan kepada raja. Pertama karena dia masih keluarga kerajaan. Kedua pengaruhnya kepada Ummat telah mulai besar, karena sejak dia di luar negeri namanya sudah harum juga sampai ke kampung.

Maka terjadilah perbedaan pandangan antara beliau dengan raja dalam satu soal. Raja menjawab, baginda tidak dapat sekaligus menghapuskan kebiasaan buruk itu. Kata baginda:

"Meminum "ballo" adalah menimbulkan kegagahan dan keberanian berperang!

Senantiasa melihat ayam berlaga dan mati berdarah karena tajinya, menghidangkan rasa ngeri dan mabuk melihat darah! Dan judi diizinkan di balai dan gelanggang supaya gelanggang itu jadi ramai dan pemuda siap selalu apabila titah datang."

Syekh menyatakan pula terus-terang pendapatnya dari sudut pandangan kerohanian.

"Inilah pangkal kejatuhan Goa! Goa akan hancur pecah berderai laksana pekapuran ini. " Kata beliau sambil menghempaskan tempat kapur sirih dari tangannya ke lantai hingga hancur.'

Demikian ceritera orang tua-tua di Makassar.

Setelah diberinya ijazah kepada beberapa orang muridnya, di antaranya Syekh Nuruddin Abu'1lFatah Abdul Bashu Adh Dharir (Buta) Ar Rafani[1] (Orang Rappang, Bugis), dan muridnya pula Abdul Qadir Maraeng Majeneng, maka minta izinlah dia meninggalkan Makassar, dan meskipun bagaimana ditahani, tidak mau ditahan lagi. Berangkatlah dia ke Banten. Sebab di sana banyak pula muridnya yang telah pernah belajar kepadanya tatkala dia di Mekkah.

[1]  Beliau ini buta, sebab itu diujung namanya dengeu "Adh-Dharir", tetapi dia diberi nama oleh gurunya Abdul Bahir (hamba dan Yang Maha Melihat) dan diberi gelar "Abu'l Fath" artinya orang yang terbuka hatinya, dan diberi pula gelar kemuliaan Syekh Nuruddln artinya Tuan Syekh Cahaya Agama, Ar-Rafani, artinya orang Rappang". Sebuah kota kecil di pedalaman Bugis, 10 km,. dari kota Pare-pare sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar